Ular yang memberikan emas
Joseph Jacobs
Dahulu kala di suatu tempat, hiduplah seorang petani miskin yang bernama Haridatta. Suatu hari, pada siang hari yang sangat panas, petani tersebut merasa sangat kepanasan dan berteduh di bawah bayang-bayang pepohonan untuk berbaring sejenak. Tiba-tiba dilihatnya ular berbisa yang keluar dari bukit kecil di dekatnya. Saat itu dia berpkir, "Pasti ular ini adalah penjaga ladang ini."
Petani itupun pulang untuk mengambil sedikit susu dari rumahnya, menuangkan ke dalam mangkuk, dan menaruhnya dekat sarang ular tersebut sebagai ucapan rasa terima kasih, lalu petani itu berkata, "Wahai penjaga ladang ini, saya memberikan semangkuk susu ini sebagai ucapan terima kasih saya kepada anda!" Sehabis itu, petani tersebut pulang ke rumahnya. Keesokan pagi saat dia datang kembali ke ladang untuk bekerja, dia melihat mata uang emas di dalam mangkuk, dan sejak saat itu, setiap hari kejadian yang sama berulang terus: dia memberikan semangkuk susu ke ular tersebut dan setiap pagi dia selalu mendapatkan sebuah mata uang emas.

Dua hari kemudian setelah sang Petani tiba di rumah dan mendapatkan penjelasan tentang kematian anaknya, sang Petani merasa sangat bersedih. Tetapi setelah beberapa hari, dia kembali mengambil semangkuk susu, menuju ke ladang, menaruh susu tersebut di depan sarang ular lalu memanggil sang Ular keluar dari sarang. Setelah lama menanti, sang Ular akhirnya muncul dan berkata kepada sang Petani: "Keserakahan yang membawamu sekarang ke sini, keserakahan membuat kamu lupa akan kematian anakmu. Mulai saat sekarang, persahabatan antara kita takkan bisa terjalin lagi. Anakmu yang bodoh itu memukul saya dengan pentungan, dan Saya menggigitnya hingga meninggal. Bagaimana saya bisa melupakan pukulan dengan pentungannya? dan bagaimana kamu bisa melupakan rasa duka akan kehilangan anakmu?" Setelah itu, sang Ular memberikan sebuah mutiara yang mahal kepada sang Petani dan menghilang masuk ke dalam sarang. Tetapi sebelum menghilang, sang Ular berkata: "Jangan engkau datang lagi ke sarang ku." Sang Petani mengambil mutiara tersebut, pulang ke rumahnya sambil menyesali kebodohan anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar